*spoiler alert!!!
Tadi siang, sebelum pergi ke kampus teman saya, saya menyelesaikan The Fault in Our Stars untuk kali ke sekian. Penulisnya adalah John Green, yang juga menulis novel apik berjudul Looking for Alaska. The Fault in Our Stars bertutur tentang Hazel Grace dan Augustus Waters, dua remaja mid-teenhood yang bertahan dari kanker dan sedang mencari esensi kehidupan, serta berusaha memahami dunia ini. Tema kisahnya memang klise. Sangat klise. Tapi yang menarik dari novel ini, bukan tentang temanya. Melainkan cara pandang Hazel Grace dan Augustus Waters pada sekeliling mereka. Hazel Grace dituturkan sebagai seorang remaja sarkastik dengan kemampuan mengolah kejadian standard menjadi humor gelap dengan bumbu tambahan ke-lebay-an yang di taburi topping istilah baru atau kata sifat baru yang ia ciptakan sendiri. Sementara Augustus Waters adalah remaja pria yang terkesan cool and calm, agak meninggi dalam percakapan, meskipun sebenarnya itu adalah hasil dari kemampuannya membolak - balikkan kata dan mendeskripsikan simbol (fyi: Augustus Waters adalah symbols freak.).
Pendek cerita, keduanya cocok dan saling suka. Keduanya punya misi dalam mengungkap akhir cerita novel favorit mereka. Petualangan mereka dan bagaimana mereka menghadapi hari - hari layaknya remaja biasa dengan berbagai kata - kata satir, seperti, "Congratulation! Now you're a woman, NOW DIE!". (oke, novel ini nggak menunjukkan kegelisahan biru pengidap kanker. maaf. baca my sister's keeper aja kalau suka yang begitu). Hubungan mereka blak-blakan dan saling kritik itu wajar. Lucuk aja bacanya :$ (hehe..). Apalagi ditambah teman baik mereka, Isaac, yang patah hati karena dikandaskan pacarnya. Ya, kurang lebih seperti itu. Novel ini membuat saya tersenyum, tertawa, nangis, lalu mencoba tersenyum, lalu tersenyum lebih lebar lagi karena Hazel Grace ini sangat satir, lalu nahan tertawa ngakak, lalu nangis lagi yang lebih parah timbang sebelumnya, dan ........ (ah sisanya kalian sendiri yang cari tau).
Beberapa kalimat - kalimat kesukaan saya dari novel ini.......
I decided to text him. I wanted to avoid a whole conversation about it.
Hi, so okay, I don't know if you'll understand this, but I can't kiss you or anything,. Not that you'd necessarily want it, but I can't. When I try to look at you, all I see is what I'm going to put you through. Maybe that doesn't make sense to you. Anyway, sorry.
He responded a few minutes later:
Okay.
I wrote back:
Okay.
He responded:
Oh, my God, stop flirting with me!
I just said:
Okay.
My phone buzzed a minute later:
I was kidding, Hazel Grace. I understand. (But we both know that okay is a very flirty word. Okay is BURSTING with sensuality.)
I was very tempted to respond Okay again, but I pictured him at my funeral, and that helped me text properly:
Sorry.
Saya nggak akan nulis quote yang bijak atau gimana memang. Tapi bagi saya ini sangat memorable dan lagipula, sangat prinka saraswati. Okay.
Ah, satu lagi. Selama membaca Fault in Our Stars ini, ada dua lagu yang terus ada di pikiran saya. Yang pertama My Little Corner of The World dari Yo La Tengo. Ini ada dua adegan yang cocok, saat si Hazel dan Gus lagi piknik atau saat dalam misi mereka itu!
"and if you care to stay in my little corner of the world, we could hide away in my little corner of the world. I always knew that I'd find someone like you, so welcome to my little corner of the world."
Satunya lagi, dan lagi lagi dari Yo La Tengo. Kali ini, More Stars Than There are In Heaven. Ini pas sekali untuk jadi lagu penutup. Semua kesimpulan cerita ada disini. Semua tentang Hazel dan Gus ya, disini.
"We'll walk hand in hand 'till we understand and everything to be despised, right before our very eyes, forced before our very eyes, dies before our very eyes."
Hampir mirip memang, sama - sama punya kata eyes dan stars. Tapi BUKAN itu yang membuat lagu ni terasa sangat cocok. Semuanya tentang mood yang sama. John Green and THE MUSIC DIRECTOR OF THIS FILM SHOULD BE AWARE ABOUT THIS!. Okay.
Hampir mirip memang, sama - sama punya kata eyes dan stars. Tapi BUKAN itu yang membuat lagu ni terasa sangat cocok. Semuanya tentang mood yang sama. John Green and THE MUSIC DIRECTOR OF THIS FILM SHOULD BE AWARE ABOUT THIS!. Okay.