Halaman

4.29.2014

gaduh

lepas tengah malam, cahaya sudah terlelap,
angin membisikkan rahasianya kepada lengang jalanan,
bulan terlihat sendiri bergelayutan,
katanya: para bintang sedang asik main petak umpet dibalik awan.
dari kamarku, uap teh meresap ke dalam dinding,
mengisahkan hariku kepada pori-porinya.
mereka menyesap getirku.
hari ini adalah hari yang baik untuk menjadi hari yang tidak baik.
mungkin memang sudah saatnya untuk menjadi begitu.
aku menghirup tehku,
membiarkan aroma bergamot menggodaku
untuk tetap terjaga.
pikiranku sedang riuh,
berbagai percakapan antar kata sedang terjadi.
mungkin mereka kesepian di dalam sana,
tak sabar untuk segera memeluk satu sama lain.
mereka memang harus belajar untuk sedikit bersabar.
tak semua peluk itu berarti menjadi satu kesatuan.
sama seperti aku, harus belajar untuk bersabar,
dan memahami konsep tepat waktu.
datang di waktu yang tepat.
pergi di waktu yang tepat.
tapi, seperti apakah rupa tepat itu?
ah, aku mulai melantur.
jam berapa ini?
1:15?

Blue is The Warmest Colour

Missing the blue already (not only because it's always been my favorite colour). I miss the solemness of quiet ocean, the warmth i felt when i slipped my feet into the sand, the breeze that brought my hair floating softly in the air, and how the ocean seems like it doesn't have an end (well it is). It reminds you to keep on floating, it pushes you to keep on diving till you get what you want in life and after all, the horizon reminds you how the barrier between everything in this world is nothing but how well you can cope with it.









4.26.2014

Beyond the Blue(s)



I should have not tried to treat the water, cause I've fallen in too deep.
I had knew it that it would end up like this actually,
but I just couldn't stop myself. I was beyond it.
This is just the price I have to pay.

Blogger templates